Kebun Belajar Anak

Tulisan terakhirku ternyata sudah berumur setengah tahun. Maret 2021.

Dan memang, setengah tahun ini sangat berwarna bagi saya, dan keluarga. Dimulai sejak akhir 2020, saya merasakan bagaimana menyakitkannya sensasi asam lambung, hingga 2 kali mencicipi IGD. Sampai sekarang, meskipun sudah tidak terlalu sering, tapi benar-benar harus bisa menjaga kondusivitas lambung.

Bahkan ramadhan kemarin, saat parah-parahnya, terpaksa melakukan USG Whole Abdomen. Alhamdulillah secara umum hasilnya baik. Dokter menuliskan diagnosanya : Gastro-esophageal reflux disease without esophagitis dengan kode medik K21.9. Mungkin orang-orang lebih mengenalnya dengan Gerd. Butuh waktu cukup lama untuk bisa pulih sepenuhnya.

Warna lain yang terjadi adalah, keluarga kami menjadi bagian dari 4 juta penduduk Indonesia yang sempat terpapar Covid-19. Dimulai dari adik, ipar, kemudian istri dan si bungsu, disusul orang tua. Belasan anggota keluarga yang harus berjuang melawan virus, mulai yang tanpa gejala hingga alhamdulillah dengan gejala sedang. Saya sangat beruntung tidak kebagian jatah.

Dua bulan lamanya, silih berganti dan cukup menguras energi. Salah satu hal yang sangat saya syukuri adalah Gerd saya cukup terkendali selama mengurus dan merawat keluarga yang terpapar covid. Allah maha adil. Mungkin anugerah gerd saya sebelumnya itu adalah dalam rangka melatih fisik dan mental saya menghadapi ujian covid tersebut.

Akhir bulan Juli, satu per satu keadaan mulai normal. Kami merasa seperti memulai kembali, menata kehidupan pasca isoman. Saya berpikir untuk melakukan beberapa hal yang bisa menghilangkan perasaan traumatis, yang menyenangkan dan bermanfaat. Terlebih untuk menjaga agar lambung tetap jauh dari sensasi-sensasi khas gerd.

Nah, saya berinisiatif memulai aktivitas berkebun, sebuah hobi lama yang sempat terlupakan. Ada unsur rekreatif di sini, selain manfaat fisik dan produktivitas. Kemudian, kebun yang saya buat ini juga bertujuan menjadi media pembelajaran bagi anak-anak. Ya, sebuah kebun belajar.

Mengapa kebun belajar anak ?

Pandemi ini, sektor pendidikan terhantam dan sangat sulit beradaptasi. Pembelajaran jarak jauh, tidak berhasil membawa anak-anak pada level yang seharusnya mereka dapatkan. Ada nilai-nilai dan aspek non akademik sebagai bagian yang inherent dari apa yang dinamakan sekolah, tidak berhasil dirasukkan dalam diri anak didik.

Terlebih bagi anak-anak usia TK, seperti anak saya. Internalisasi nilai, adab dan sikap adalah target utama. Juga lifeskill dasar yang perlu dipelajari. Maka, saya merasa perlu untuk memberikan mereka pengalaman di luar rumah yang menyenangkan sambil menyisipkan aspek-aspek tersebut.

Saya mulai dengan sedikit demi sedikit menata tanah kosong di samping rumah. Dengan prinsip slow gardening, karena memang ada tujuan rekreatif dan terapi juga. Berharapnya sih bisa bikin yang menarik dan instagramable, seperti yang pernah saya tulis dalam postingan ini. Ada beberapa tahap yang saya lalui untuk membuat kebun :

  1. Membersihkan kebun dari rumput liar, sampah anorganik dan tanaman-tanaman lain yang tidak masuk dalam rencana kebun
  2. Mulai membentuk area tepian (edge), saya akan mengisinya dengan beberapa jenis tanaman
  3. Merencanakan zonasi kebun secara tematik, sesuai dengan konsep kebun belajar anak
  4. Mengumpulkan material bekas untuk properti kebun, seperti kayu bekas untuk garden bed dan kandang ayam
  5. Sesuai dengan prinsip tadi, slow gardening, saya usahakan setiap hari mengalokasikan waktu minimal 15 menit untuk menata kebun.

Oh ya, ada 4 zona tematik yang saya buat.

  1. Zona Tanam/Garden Bed
  2. Zona Ternak Ayam
  3. Zona Kolam Lele
  4. Zona Kompos

Hampir 2 minggu waktu yang saya perlukan untuk membentuk secara dasar/kasar untuk keempat zona tersebut. Yang paling butuh kesabaran dan proses panjang adalah zona tanam, karena mempersiapkan tanah sampai siap ditanami. Membuat garden bed, mengisi dengan material organik, tanah dan pupuk, lalu merawatnya setiap hari.

Kondisi Kebun Pertengahan Juli

Yang paling menyenangkan dan benar-benar menjadi Gerd Healing Theraphy adalah kebersamaan dengan anak-anak dalam setiap prosesnya. Membiarkan mereka berinteraksi dengan tanah, batu, alat pertukangan dan tanaman liar adalah sebuah kebahagiaan.

Satu per satu zona kami buat. Dalam proses ini, saya benar-benar bisa menikmati. Alhamdulillah, dampaknya cukup signifikan. Gerd saya sangat jarang kambuh, jika sebelumnya bisa muncul 3 sampai 4 kali seminggu, baik itu ringan atau berat. Kini dalam seminggu mungkin cuma 1 atau bahkan tidak lagi terasa.

Awal Agustus 2021, saya mulai menyemai. Simultan dengan kesiapan lahan. Ada beberapa benih sayuran yang saya beli secara online. Proses semai dan tanam sendiri bukan perkara mudah, tapi juga tidak sesulit yang dibayangkan. Benih mati, tumbuh tidak optimal, tumbuh bagus lalu dipatok ayam, mati mengering atau dimakan ulat adalah sensasi bahagianya.

Kebun Awal Agustus 2021

Ada 3 garden bed, 3 tepian yang saya buat untuk menampung bibit-bibit tanaman yang disemai. Untuk awal ini saya menanam bayam brazil, kacang panjang, buncis, tomat, terong, selada, pokchoy, kemangi dan kacang tanah.

Zona yang terakhir saya selesaikan adalah zona kolam ikan lele. Karena keterbatasan lahan dan memperhatikan fungsinya nanti, saya akhirnya memakai Buise Beton sebagai medianya. Untuk yang satu ini saya harus membeli, berbeda dengan material lainnya yang sebisa mungkin mendaur ulang barang-barang tak terpakai.

Untuk bisa digunakan, buise tersebut harus diplester bagian bawahnya, menambal agar tidak rembes, kemudian merendam dengan air + bonggol pisang untuk menetralisir semen dan zat-zat lainnya, baru kemudian siap diisi dengan ikan. Setidaknya itu memakan waktu 2 minggu.

Alhamdulillah, untuk bibit lelenya saya diberi oleh penjual ikannya. Awalnya saya berniat membeli 50 ekor bibit ikan lele, namun pada saat mau dibayar kok malah katanya ikhlas diberikan. Saya sodori uang kok tidak mau. Wah, semoga mas penjualnya diberi keluasan rezeki oleh Allah.

Nah, ini adalah galeri kebun belajar anak yang sedikit demi sedikit mulai menghijau.

Nah, saat ini semua zona sudah siap. Anak-anak juga meskipun belum optimal, sudah rutin berinteraksi di kebun. Setelah ini, saya merencanakan kurikulum ringan untuk mereka berkebun, merawat ayam, lele, dan mengkompos. Mereka belajar, tapi saya pun harus belajar selangkah di depan mereka untuk bekal. Menjadi mentor tentu saja harus tau lebih dulu kan.

Baiklah, sudah cukup panjang tulisan ini. Semoga nanti bisa mengupdate perkembangan kebun belajar anak di tulisan selanjutnya. Semangat belajar, semangat self healing dan semangat untuk menulis. Salam

Tinggalkan Komentar