Merestart Forum Anak

Cerita Semi Fiktif.

Malam itu kami berdua duduk di teras. Bang Sur, yang dulu menemani tidurku selama sekitar 6 bulan, saat kami berdua menjadi penjaga malam sebuah kantor. Iya, penjaga malam imut dan lucu. Dari dulu, obrolan kami masih saja sama. Memang benar ya, seorang konselor anti narkoba pernah berkata: Seorang pecandu narkoba ketika sudah keluar dari penjara, ia akan cenderung mengobrol tentang narkoba ketika berjumpa dengan kawan sesama pecandu.

Aku : “Apa kabar anak-anak bro?”

Bang Sur : “Wah, kurang tau detailnya. Tapi mungkin baik-baik, buktinya mereka masih bersemangat.”

Aku : “Ada berapa orang sekarang yang aktif ya, sudah cukup lama nggak maen ke sekre,” ucapku.

Bang Sur : “Bukannya jumlah personel itu nggak penting ya, dari dulu juga kita cuma segitu-segitu aja. Tapi kan, kita beda. Kita nggak mainstream. Hehe. “

Aku : “Iya sih. Tapi masak iya dari dulu masih sama. Itu berarti ada yang nggak beres.”

Bang Sur : “Yang nggak beres itu ya sama dari dulu, “mereka-mereka” itu, yang pintar mengkonsep tapi tak pernah ikut kesandung.”

Aku : “Hahahaha. Kenapa mereka masih sama saja ya. UUPA saja sudah direvisi, masak tingkah polahnya masih stagnan gitu. Kalah dengan kita-kita ini.”

Bang Sur : “Kalah gimana? Mereka kan nggak jadi pemain yang ikut pertandingan. Kalah atau menang, mereka tetap nyaman di posisinya. UUPA itu nggak ada urusannya sama forum anak, kalau kamu mau nyari tentang bagaimana mengayomi forum anak, ndak bakal ketemu di UUPA bro.”

Aku : “Lho, justru itu. Kalau nggak ikut pertandingan, mereka tak perlu takut kotor atau cedera. Mereka bisa fokus menyiapkan sarana buat kita berkembang. Eh, sapa bilang. Kalau nggak ada UUPA, forum anak juga nggak bakalan ada.”

Bang Sur : “Ya monggolah. Sampeyan yang lebih ngerti tentang UUPA, kalau aku sih cuma bisa ngobrol ngalor ngidul dengan anak-anak. Itu lebih membantu.”

Aku : “Ya ngga juga bro. Aku juga nggak ngerti UUPA kok.”

Bang Sur : “Lho lho, njuk sik ngerti UUPA ki kudune sopo? Kok kabeh ora mudeng gitu?”

Aku : “Mbuh. Paling Mentri Perlindungan Anak e sik mudeng.”

Bang Sur : “Njuk terus apa dasar dari semua pergerakan kita selama ini? Kesana kemari menyuarakan hak anak ?”

Aku : ” Entah bro, mungkin UUPA itu dasarnya. Ada kekuatan misterius juga, ada sesuatu yang memang bisa menggerakkan kita untuk sejauh ini. Sebuah nilai yang sekarang pun tetap ada di dalam anak-anak di forum anak itu.”

Bang Sur : “Artinya, nilai yang kamu maksud itu jauh lebih bermakna dari sekedar UUPA ya bro? Sampai bisa menggerakkan anak-anak lugu itu menjadi orang-orang tangguh dan sanggup berjuang?”

Aku : “Iya. Tapi tak semuanya. Nilai yang kumaksud itu nggak cuma satu, ada banyak. Dan mungkin ada juga yang dilatarbelakangi oleh narsisme.”

Bang Sur : “Maksudnya?”

Aku : “Banyak kan, anak-anak yang tenar di forum anak? Kau pikir apa motivasi mereka itu?”

Bang Sur : “Hmmm. Iyo sih. Tapi, tentang nilai-nilai itu. Apa perlu kita formulasikan, agar bisa menjadi pegangan kita yang konkret. Sesuatu yang lebih mudah dipahami daripada teks-teks UUPA dan Permen-permen mbulet itu? Barangkali nanti bisa menjadi penggerak “mereka” yang selama ini hanya tau birokrasi dan anggaran.”

Aku : “Diformulasikan atau tidak, nilai-nilai itu sudah ada, dan harus diwariskan.”

Bang Sur : “Benar. Termasuk alasan kenapa sampai sekarang kita masih saja ngobrol tentang hal ini. Hahaha. Sampeyan sudah punya anak dan istri, saya sudah punya pekerjaan yang sibuk, masih saja sempat memikirkan mereka.”

Aku : “Kalau itu sih, kitanya yang kurang kerjaan. Hahaha. Btw, bagaimana dengan forum anak tetangga ? Trus forum anak negara kita?”

Bang Sur : “Gak tau. Menurutmu gimana? Kayaknya sih sama saja, mereka juga bingung tapi go a head.”

Aku : “Maksudnya gimana itu?”

Bang Sur : “Sama saja, mereka juga pasti punya  nilai seperti yang kamu maksud itu. Mustahil mereka bisa eksis jika sekedar mengkonsumsi UUPA secara tekstual. Pasti ada yang menggerakkan. Tapi mereka juga bingung, buktinya mereka juga mengeluh seperti kita.”

Aku : “Mengeluh?”

Bang Sur : “Iya, di mana-mana seperti itu. Cek saja grup-grup facebook forum anak. Lihat dan buktikan.”

Aku : “Hehe. Itu sih bukan indikator bro. Meskipun bingung, setidaknya forum anak masih berjalan. Banyak manfaat dan program-program dari pemerintah yang bisa ditebengkan di forum anak.”

Bang Sur : “Itu sih aku setuju. Kalau dengan kebingungan saja bisa sebagus itu, apalagi kalau bisa didukung dan diperhatikan. Ingat kan masa jaya kita dulu, dengan dukungan yang minim tapi malah bisa berprestasi dan lebih terasa manfaatnya.”

Aku : “Kamu benar bro!! Sebenarnya, yang diperlukan hanya kejelasan. Selama ini, kita masih bermain di wilayah abu-abu. Antara diakui atau tidak, antara dibiayai atau tidak, antara difasilitasi atau tidak. Bahkan gelontoran dana di provinsi yang dulu itu, tak banyak kita rasakan secara signifikan di sini. Terutama bagi anak-anak pengurus dan anak-anak lain di luar sana.”

Bang Sur : “Haha, malah dibikin kaligrafi ya duitnya. Begini bro, sebenarnya sejalan nggak sih, antara biaya yang dikeluarkan, perangkat regulasi yang dibuat, atau bermacam-macam hal lain yang dikeluarkan untuk pengembangan forum anak? Berbanding lurus atau malah terbalik?”

Aku : “Kalau itu aku no comment bro. Ntar dikira nyacat pekerjaan orang. Padahal ya memang absurb. Hehe.”

Bang Sur : “Itulah, kalau bisa sih memang harus ada kejelasan. Kita ini ibarat software yang sudah mahal-mahal dibuat, yang akan digunakan untuk tujuan mulia, tapi malah banyak yang nge-hank saat digunakan. Parahnya, programmernya cuma bisa membuat, tak bisa maintenance. Haha.”

Aku : “Mungkin harus direstart bro. Wkwkwk.”

Bang Sur : “Ndak perlulah itu, tinggal diupdate saja. Terutama programmer dan penyandang dananya itu, justru merekalah yang perlu direstart. Disetel ulang tingkah polahnya, supaya kompatibel dengan forum anaknya.”

Aku : “Hmm. Benar juga ya. Sekalian diberi nilai-nilai tadi itu. Mereka perlu belajar dari para pengurus forum anak. Kamu benar bro, kita perlu memformulasikan nilai-nilai forum anak. Itu jauh lebih nyantol daripada sekedar aturan njlimet. Kita bikin yuk!! “

Bang Sur : “Ogah, kamu aja sana bikin draftnya, nanti biar dibaca sama Bu Mentri Perlindungan Anak. Hehe.”

Aku : “Ah kamu. Yaudah, biar sajalah. Kita tunggu, siapa tau akan ada perubahan. Eh, btw katanya kabupaten kita lagi nggodok perda tentang Layak Anak ya?

Bang Sur : “Haembuh. Males ah mbahas KLA, nggak terlalu mudeng saya. Tapi, lain kali bisa kita bahas kawan, sekaligus kita cacati. Hahaha.”

Aku : “Siap Ndan !!

Akhirnya, mereka berdua menghabiskan 5 gelas kopi dan setoples kripik singkong. Memang, obrolan ini tidak cukup penting daripada seleksi duta anak yang tiap tahun merepotkan adik-adik pengurus. Entah sampai kapan kita akan melihat pemandangan seperti itu. Tanpa mengurangi apresiasi atas tujuan baik proses itu, tapi ayolah, kita lebih sering memilih kucing dalam karung.

Disclaimer : Obrolan sebenarnya berdurasi sekitar 3,5 jam x 15 pertemuan. Disaringkan dengan dramatisasi dan perubahan seperlunya.

2 Komentar

  1. Andhika Nugraha berkata:

    Tulisannya bagus mas. Saya setuju dengan hanyak hal dan mengapresiasi yang anda tulis diatas. Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia sungguh dinamis. Pemikiran dan rencana orang dewasa memang berbeda dengan anak-anak. Perbedaan tersebut seringkali menimbulkan ketidaksalaran antara hal yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Izinkan saya mengungkapkan pemikiran saya. Penamaman nilai dan merubah sistem adalah hal yang menjadi daya tarik utama saya dalam tulisan anda. Saya berpikir salah satu cara yang dapat dilakukan untuk itu adalah membuat orang dewasa dan anak-anak terlibat langsung dalam suatu kegiatan. Tindakat ini bukan bermaksud untuk menghilangkan esensi dari forum anak sendiri. Namun hal tersebut saya pikir bisa membantu untuk menselaraskan perbedaan, memperbaiki sistem dan juga menamamkan nilai yang mungkin anda maksud antara orang dewasa dengan forum anak. Terima kasih

    1. fauziqbal berkata:

      Terima kasih mas Andhika Nugraha sudah membaca celotehan ini. Sebenarnya, tulisan ini hanya satu dari sekian kegelisahan teman-teman forum anak. Kalau boleh tau, apakah mas Andhika pernah atau masih berkecimpung di forum anak? Akan lebih mudah untuk memahami jika memiliki latar belakang yang sama. Yap, 2 hal itu memang bagian dari maksud utama saya. Sebenarnya, keterlibatan orang dewasa dan anak-anak dalam kegiatan sudah lama dilakukan, namun tak juga efektif. Karena ada perbedaan yang sangat besar antara birokrat yang sekedar melaksanakan anggaran dengan semangat kawan-kawan mengusung isu hak anak.Semoga akan ada upaya-upaya perbaikan. Terima Kasih 🙂

Tinggalkan Komentar